BAHRAM AHMADI (2)
“Himbauan kepada manusia-manusia mulia di seluruh penjuru Arab. Di Iran sana, para dai-dai Sunni akan dihukum mati. Tolonglah mereka!”
Itulah permintaan Yasser Az-Ziaktiroh kepada masyarakat dunia soal eksekusi mati terhadap da’i-da’i muslim di Iran.
Keresahan pakar politik itu memang beralasan. Betapa tidak, 27 orang dai divonis mati secara bersamaan oleh Mahkamah Agung Teheran pada 23 Desember 2015. Hukuman tersebut dijatuhkan karena mereka dituding melakukan provokasi untuk memberontak pemerintah Iran.
Sebenarnya para tahanan telah membantah tuduhan itu semua. Para da’i menjelaskan hukuman mati yang dijatuhkan lantaran aktivitas pendidikan agama dan Al-Qur’an yang mereka selenggarakan. Aktivitas itulah yang hakim gambarkan sebagai bentuk provokasi pemberontakan kepada pemerintah Iran.
Sontak kejadian ini menimbulkan sorotan tajam oleh para aktivis HAM. Mereka menilai, hukuman ini sangat tidak adil dan bertentangan dengan HAM. Apalagi tidak ada ada bukti kuat ke-27 da’i merongrong kedaulatan pemerintah Iran.

Baca artikel  selengkapnya di SYIAH INDONESIA tafhadol
Kendati demikian, pengadilan Iran tetap bersikukuh memberikan hukuman mati terhadap 27 tahanan tersebut. Mereka di antaranya adalah: Barzan Nashrullah Zadeh, Kawah Waisi,Bahroz Syanzhary, Tholib Makky, Syahrom Ahmady, Kawah Syarify, Arsy Syarify, Warryan Qodri Fardi, Kiwan Mokmeni, Alem Barmasyte, Borya Mohammadi, Idris An Nai’mi, Ahmad Nashiry, Farzad Hanriju, Sayyid Sahhu Ibrahimi, Mohammad Rahimy, Behman Rahimy, Mukhtar Rahimy, Mohammed Ghoriby, Farshid Nashiry, Mohammad Kiwan Karimy, Amjad Sholihy, Amida Beyund, Ali Mujahid, Hakamat Syarify, Umar Abdullah, dan Amida Mahmody.
Salah satu nama dari “korban” hukuman mati itu adalah Syahrom Ahmady. Ia ditangkap rezim Iran pada tahun 2009. Kritikan-kritikannya kepada sejumlah kebijakan Iran, membuat Mahkamah Agung “menghadiahinya” vonis mati dengan tuduhan terorisme.
Pengadilan mengeluarkan putusan akhir untuk Syahrom, yang pertama kali didakwa pada tahun 2012. Akibat tuduhan itu, Syahrom harus mengalami nasib memilukan. Ia ditahan di sel isolasi selama 33 bulan di penjara Evin, Teheran.
Kesedihan dan rasa sepi yang dialami Ahmadi semakin bertambah setelah dirinya harus menerima kenyataan lain: Adiknya, Bahram Ahmadi harus mendahuluinya karena turut dieksekusi pemerintah Iran.
Dilansir Sunniprisoneriran.com, Bahram Ahmadi lahir pada tahun 1991 di Sanandaj, provinsi Kurdistan Iran. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga religius, dan lulus dengan ijazah sekolah tinggi. Bahram kemudian melanjutkan sekolahnya untuk belajar ilmu-ilmu agama Islam.
Semua tahapan itu dilakukannya karena besarnya dedikasi Bahram untuk ajaran Islam. Ia berharap, suatu ketika menjadi penerus generasi untuk menyebarkan ajaran Islam.
Namun apa daya, cita-cita da’i muda ini untuk menjadi ulama harus pupus. Ia ditangkap pada tanggal 17 September 2009, dan ditahan selama sembilan bulan. Tidak jelas apa tuduhan pemerintah Iran kepadanya.
Meski mendapat kezhaliman, Bahram menjalani segala “ujian” ini dengan kesabaran. Sama seperti sang kakak, Bahram harus mendekam dalam kurangan tersendiri di Sanandaj. Dari situ, ia harus berpindah-pindah penjara akibat kebijakan represif rezim Iran.
Dia kemudian dipindahkan ke penjara Kementerian Intelijen di Hamedan. Di sini, Bahram harus mendekam selama enam bulan. Namun, apa yang dialami Bahram di penjara sungguh di luar batas-batas HAM. Bahram disiksa secara brutal saat masa-masa penahanan pra-sidang. Bahkan, Bahram dipaksa untuk membuat penyataan palsu di bawah tekanan intelijen Iran.
Bahram akhirnya dijatuhi hukuman mati pada 14 November 2010. Dalihnya sungguh menggelikan: menyeterui Allah dan terlibat dalam keanggotaan Salafi. Bahram bersama 9 da’i lainnya membantah tuduhan itu. Bagaimana mungkin seorang yang mencintai agama Islam dan mendedikasikannya dirinya untuk Islam, telah menyeterui Allah.
Penting untuk diketahui, hukum yang berlaku di Iran adalah hukum yang sarat dengan kepentingan politis. Jika seseorang tidak mematuhi pemerintah Ali Khamenei, orang tersebut akan dijerat hukuman pidana “menentang perintah Allah”. Lalu, jika seseorang menentang imam-imam Syiah, maka akan dijerat hukuman pidana “menentang Rasulullah”. Sebuah pemikiran yang sangat simplisistik dan, bahkan tak sejalan dengan hukum Islam itu sendiri. Semua itu dilakukan untuk mengelabui masyarakat agar memahami para tahanan pantas menerima “hukuman” itu.
Detik demi detik berlalu. Bahram akhirnya harus menerima kenyataan ini. Setelah pindah ke Rajai Shahr penjara, di mana ia tinggal selama dua tahun, ia dipindahkan ke Ghezel Hesar penjara pada 17 November 2012.
Pada tanggal 27 Desember 2012, Bahram Ahmadi dan lima da’i umat Islam lainnya digantung di Penjara Ghezel Hesar. Tubuh mereka tidak pernah kembali ke keluarga mereka. Video ini menunjukkan aktivitas Bahram sebelum dieksekusi pemerintah Iran. [bersambung]
[rn/Islampos]
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: