SEORANG bocah berlutut. Air mata mengalir deras dan isak tangis menjadi satu-satunya suara yang terdengar dari mulutnya. Permohonan belas kasihan dari seorang bocah kepada orang yang akan mengakhiri hidupnya. Sedangkan seorang lelaki menatap wajah penuh air mata itu, dan sebuah pisau tajam yang digenggamnya langsung menyayat leher si anak.
Itulah Suriah kini, bangsa yang sebelumnya penuh kedamaian, dan tidak pernah dilanda konflik.
Tragedi Houla, beberapa hari lalu adalah pembantaian dan pertumpahan darah yang memakan korban lebih dari 100 orang termasuk 32 anak oleh rezim yang berkuasa, Bashar Assad. Tragedi ini jelas membuat masyarakat internasional segera mengambil tindakan.
Assad di Suriah sesungguhnya ingin mendikte bangsanya. Berdasarkan keyakinan bahwa warga negara Suriah harus menjunjung tinggi pandangan dan keyakinan yang sama, yakni menjadi Syiah dari sekte Allawite. Padahal 75% penduduk Suriah adalah Sunni, sehingga ini tidak akan pernah terjadi.
Dalam konsensus umum, praktiknya menyatakan bahwa ada perbedaan besar antara Syiah dan Sunni. Perbedaan secara ideologis. Namun muslim Sunni bahkan tidak tahu perbedaan antara Syiah dan Sunni, sampai pemberitaan “perselisihan agama” di Irak menyedot perhatian untuk itu.
Kita bisa menemukan perbedaan yang mencolok antara merah dan hijau apel, tapi tidak dengan perbedaan antara Syiah dan Sunni. Menyoroti perbedaan antara Syiah dan Sunni bukanlah praktik sehari-hari yang tumbuh dalam rumah tangga Muslim dan seperti halnya bagi mayoritas Muslim.
Di negara seperti Australia, Syiah dan Sunni hidup berdampingan secara damai. Masalahnya ketika di Suriah dan di Timur Tengah, Syiah yang tak pernah diridhoi oleh kaum Sunni mulai menghasut dan mengambil tempat secara kasar—dengan dukungan dari berbagai negara lainnya. Di Suriah sendiri, dominasi Syiah terukir dengan cepat dan hebat di tangan diktator seperti Assad, rezim dan pemerintahannya.
Dalam kasus Suriah, Assad adalah pemimpin Allawite pertama yang mampu mendominasi sekte Allawite. Assad sendiri didukung aparat keamanan sebagai klan setia yang untuk membangun jaringan patronase dengan minoritas Druze dan Kristen yang memfasilitasi munculnya Assad.
Laporkan iklan?
Di Suriah, rezim Assad—sebagai kekuatan Syiah—menunjukkan tidak toleransinya kepada Sunni konservatif. Dimana negara mengambil alih administrasi pendanaan agama, menindak kelompok yang dianggap ekstremes dan lebih parahnya lagi memberhentikan para imam sholat Jumat. Itulah yang memicu kemarahan kalangan Sunni.
Baca
artikel selengkapnya di SYIAH
INDONESIA tafhadol
Sebuah kenyataan yang diciptakan oleh seorang diktator. Di sinilah masyarakat internasional perlu melangkah bersama menggulingkan Assad, seperti Saddam di Irak dan Gaddafi di Libya. Jika masyarakat internasional tidak bertindak segera, maka akan banyak korban yang berjatuhan di tangan Assad, bahkan bisa jadi lebih dari itu. Sebuah masalah yang lebih besar adalah perang sektarian yang hampir meledak antara Syiah dan Sunni di Timur Tengah. Wallohu alam bi shawwab. [ratna/muslimvillage]
Post A Comment:
0 comments: